Prodi Sendratasik UNJA Nyalakan Asa Abdul Muluk Lewat Pelatihan di Desa

Kegiatan Sendratasik
Abdul Muluk: Dendam Raja Hindustan (Penulis Naskah: Ikhsan Satria Irianto, S.Sn., M.Sn.)

Prodi Sendratasik – Jambi, Teater tradisi Abdul Muluk yang sempat jadi perhatian di deretan pantai timur Sumatera, sekarang perlahan hilang dari permukaan. Seni tradisi satu ini memiliki masalah di regenerasi, serta kesulitan bersaing dengan seni di era teknologi. Tentunya, bila tidak diambil tindakan pasti, seni tradisi satu ini akan hilang ditelan bumi. Karena itu, Program Studi (Prodi) Seni Drama, Tari, dan Musik (Sendratasik) Universitas Jambi (Unja) mencoba menyalakan kembali asa akan tumbuh ulangnya kesenian Teater Abdul Muluk di Jambi, mulai dari desa.

Desa yang dipilih adalah Desa Mudung Darat, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Batanghari, Jambi. Masyarakat desa setempat menerima dengan baik program tersebut, dan mengikuti proses pelatihan dan penciptaan seni teater Abdul Muluk di desa tersebut. Sebelumnya, bagi yang belum begitu kenal apa itu teater Abdul Muluk, berikut penjelasan singkatnya.

Teater Abdul Muluk adalah teater tradisional Indonesia yang lahir di tanah Melayu. Teater ini adalah bentuk pertunjukan dari syair Hikayat Abdul Muluk, di mana Abdul Muluk adalah nama tokoh sentral dari kisah ini. Lama-kelamaan, ketika pertunjukan teater tradisional ini menjadi sangat populer, masyarakat menamakan pertunjukan ini sebagai Teater Abdul Muluk. Tahun 1990-an adalah era kegemilangan dan puncak kepopuleran Teater Abdul Muluk, yang menjadikannya acara rutin di TVRI Jambi.

Awalnya, pertunjukan ini biasa dipertunjukan di malam hari acara pernikahan. Selain untuk menghibur penonton dan warga sekitar, pertunjukan ini digelar sebagai cara pasangan baru membagi kebahagiaan mereka dengan warga sekitar. Hari ini, hiburan seperti dangdutan dan organ tunggal telah perlahan menggeser posisi Teater Abdul Muluk, hingga regenerasi teater tradisional satu ini perlahan mulai memudar seiring waktu.

Desa Mudung Darat adalah “habitat” bagi Abdul Muluk di era kegemilangannya. Namun, sejak 2000-an, Abdul Muluk perlahan mulai ditinggalkan. Durasi pertunjukannya cukup lama, sudah kurang sesuai dengan era yang serba cepat seperti saat ini. Selain itu, biaya yang dibutuhkan untuk membangun ulang teater Abdul Muluk juga tidak sedikit. Karena itu, revitalisasi sangat dibutuhkan agar teater tradisional ini tidak lenyap dimakan zaman.

Sayangnya, dokumentasi Abdul Muluk di Desa Mudung Darat sangat minim. Beruntungnya, pelaku Abdul Muluk di zaman dulu masih ada hingga hari ini, dan menjadi sumber informasi revitalisasi teater tradisional satu ini. Dari keterangan para pelaku teater tradisional ini, pertunjukan kali terakhir Abdul Muluk di desa tersebut digelar pada tahun 2008. Itupun, rutinitasnya sudah sangat berkurang.

Berdasar data tersebut, dramaturgi teater Abdul Muluk disusun ulang. Abdul Muluk terdiri dari bekesah yang ditandai dengan tiga orang aktor bernyanyi, dan memukul meja dengan rotan. Dalam bekesah, ada tiga bagian yakni becanang (bercerita), besenang hati (bernyanyi dan menari), serta beperang (cerita tentang perang). Dari keterangan tersebut, terlihat bahwa ciri khas Abdul Muluk adalah memiliki satu meja dengan rotan di atasnya. Tidak ada latar lain dalam pertunjukan Abdul Muluk, hanya meja dan rotan tersebut saja.

Selain itu, data-data lain juga dikumpulkan untuk revitalisasi Abdul Muluk. Perlahan, proses latihan dimulai dengan melibatkan generasi muda di desa Mudung Darat. Selain latihan akting, para peserta juga ikut latihan tubuh agar lebih luwes, ditambah dengan latihan bernyanyi dan menari. Ada tiga jenis nyanyian di dalam Teater Abdul Muluk, antara lain Buka Lanse (pembuka), Baladun (narasi cerita), dan Belayar (penutup).

Setelah latihan digelar selama beberapa waktu, proses produksi karya Teater Abdul Muluk segera disusun. Dalam syair Abdul Muluk, ada cerita Raja dari Hindustan yang membalas dendam pada kerajaan Barbari. Bagian ini yang diambil dan dijadikan sebuah cerita utuh berjudul Abdul Muluk: Dendam Raja Hindustan.

Pentas kemudian digelar di puncak acara MTQ tingkat Desa Mudung Darat di lapangan MIN 01 Muaro Jambi. Para seniman dari desa setempat, seniman Abdul Muluk dari Muaro Jambi, serta dosen dan mahasiswa Prodi Sendratasik menampilkan pentas dengan durasi 45 menit. Tontonan tersebut menjadi tonggak kelahiran Abdul Muluk yang baru, dan disesuaikan dengan perkembangan zaman saat ini. Tidak hanya sebagai hiburan untuk masyarakat, tapi Program Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) ini juga membuka inspirasi bagi desa setempat untuk kembali menghidupkan Teater Abdul Muluk di Mudung Darat.

Artikel ini telah terbit di:

https://www.pojokseni.com/2023/11/prodi-sendratasik-unja-nyalakan-asa.html

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *